Karimunberasal dari bahasa Jawa yaitu kremun yang artinya kabur atau
samar-samar. Diberi nama tersebut karena kepulauan ini terlihat samar-samar
dari Pulau Jawa yang disebabkan letaknya yang cukup jauh dari Pulau Jawa. Untuk
mencapai Karimunjawa memakan waktu sekitar 4 sampai 6 jam dari
daratan Pulau Jawa dengan menggunakan Kapal Motor Cepat dari Semarang atau
Jepara. Rasanya, cocok dengan namanya, karena memang memakan waktu yang cukup
lama untuk tiba di pulau ini.
Kepulauan Karimunjawa menjadi surga dari para
penyelam (diver). Anda dapat melakukan berbagai kegiatan di dalam
jernihnya air. Berenang, menyelam (diving), atau snorkeling akan terasa menyenangkan. Keindahan terumbu karang serta ikan
berwarna-warni di dalam laut akan menjadi daya tarik untuk bermain-main di
dalam air. Air laut di Karimunjawa sangat jernih dan bening, sehingga Anda bisa
melihat dasar laut dengan jelas. Bagi Anda yang hobi memancing, Anda juga bisa
melakukannya di beberapa pulau di Karimunjawa. Untuk mengunjungi pulau-pulau yang ada di
Karimunjawa, Anda bisa menggunakan perahu nelayan. Waktu yang diperlukan tidak
terlalu lama untuk mengunjungi beberapa pulau sekaligus karena letaknya yang
tidak berjauhan. Ada pula perahu yang dilengkapi dengan kaca pada bagian bawah
perahu (glass bottom boat) yang cocok bagi Anda yang tidak ingin menyelam tetapi
ingin tetap dapat melihat terumbu karang atau ikan-ikan di dalam air laut.
Kepulauan Karimunjawa
Karimunjawa sejak tahun 2001 memiliki nama resmi Taman
Nasional Karimunjawa. Taman Nasional Karimunjawa terdiri
atas gugusan 27 buah pulau kecil dengan 5 buah pulau yang sudah berpenduduk di
kepulauan ini. Pulau yang sudah berpenduduk yaitu Pulau
Genting, Pulau Kemujan, Pulau Karimunjawa, Pulau Nyamuk, dan Pulau Parang.
Sebagian besar pulau di sana memiliki pantai dengan pasir putih. Pulau-pulau yang menjadi favorit untuk
dikunjungi para turis karena keindahan alamnya antara lain Pulau Menjangan
Besar, Menjangan Kecil, Cemara Kecil, dan Tanjung Gelam. Ayo kita kunjungi
pulau-pulau tersebut satu per satu!
·Pulau
Menjangan Besar
Di Pulau
Menjangan Besar terdapat penangkaran ikan hiu. Anda dapat menguji keberanian
dengan masuk ke kolam penangkaran mereka dan berenang bersama ikan-ikan hiu
ini. Tidak perlu takut, karena hiu di sini cukup jinak dan bersahabat dengan
manusia.
·Pulau
Menjangan Kecil
Pulau
Menjangan Kecil pantas dikunjungi karena di perairan sekitar pulau ini terdapat
banyak ikan kecil berwarna-warni yang cantik. Pulau ini memiliki pantai dan
dasar laut yang indah dengan air yang jernih. Pulau ini cocok bagi Anda yang
ingin mencoba snorkeling.
·Pulau
Cemara Kecil dan Pulau Cemara Besar
Pada kedua
pulau ini terdapat banyak pohon cemara yang mungkin menjadi dasar nama kedua
pulau ini. Hal unik lainnya adalah adanya daratan pantai dengan pasir putihnya
yang menjorok ke laut.
·Pulau
Tanjung Gelam
Pulau
Tanjung Gelam merupakan pulau yang indah dengan hamparan pasir putih dan air
laut yang berwarna hijau kebiruan.
Akomodasi di Karimunjawa
Selain menikmati keindahan laut dan
pantainya, Anda dapat mengunjungi pasar traditional atau mengunjungi para
pelayan yang berhasil mendapat ikan di pasar ikan. Untuk tempat penginapan, ada beberapa pilihan
tempat yang bisa Anda tentukan. Anda dapat menginap di beberapa resort mewah
yang ada di pulau-pulau kecil atau juga hotel-hotel dengan tarif yang lebih
murah. Beberapa penduduk setempat juga menyewakan rumahnya dengan tarif yang
lebih murah lagi. Atau Anda bisa mencoba suasana berbeda dengan menginap di Wisma Apung, yaitu tempat
penginapan yang ada di atas air tidak jauh dari pantai.
Transportasi ke Karimunjawa
Untuk menuju Karimunjawa, Anda dapat
menggunakan beberapa alternatif pilihan berikut ini:
·Kapal
Cepat dari Semarang
Dari
Semarang, Anda dapat pergi ke Karimunjawa melalui Pelabuhan Tanjung Emas dengan
menggunakan kapal cepat. Perjalanan dari Semarang ke Karimunjawa sekitar 4 jam
hingga 6 jam jika cuaca buruk.
·Kapal
dari Jepara
Jika Anda
memilih pergi ke Karimunjawa dari Jepara, Anda dapat melalui Pelabuhan Kartini.
Anda bisa memilih menggunakan kapal cepat, atau juga menggunakan kapal yang
lambat dan murah dari Jepara. Perjalanan dari Jepara ke Karimunjawa sekitar 2,5
hingga 3 jam.
·Pesawat
Selain itu,
bagi Anda yang memiliki cukup dana, ada pesawat kecil di Bandara Ahmad Yani
Semarang dapat disewa menuju Bandar Udara Dewa Daru di Pulau Kemujan (salah
satu pulau di Karimunjawa). Dengan pesawat, Anda dapat melihat keindahan
Karimunjawa dari atas sebelum mendarat di lapangan terbang yang ada di
Karimunjawa. Perjalanan dengan pesawat menempuh waktu sekitar 30 menit.
Menikmati keindahan pulau ini dan merasakan
ketenangannya akan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Dianjurkan untuk
mengunjungi pulau ini pada bulan Maret sampai Oktober, pada saat itu cuaca
sedang bersahabat sehingga Anda dapat leluasa menjelajah dan menikmati kepulauan
Karimunjawa. Nikmati pesona keindahan alam di Karimunjawa.
PETA LOKASI
Karimunjawa adalah kepulauan di Laut Jawa yang termasuk dalam Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Dengan luas daratan ±1.500 hektare dan perairan
±110.000 hektare
Sejak ekspedisi pendakian gunung tertinggi dunia yang dilakukan Norman
Edwin dan Didiek Samsu pada era 80-an, dunia pendakian gunung di Indonesia
hampir tidak terdengar kabarnya. Entah karena ngeri karena dua pendaki
yang cukup disegani itu tewas ketika mendaki Gunung Aconcagua, Argentina,
atau mungkin karena faktor biaya yang dibutuhkan memang sangat besar.
Dunia pendakian ternyata tak selamanya kelabu. Pada
awal 2009 lalu para pendaki yang tergabung dalam Mahitala Universitas
Parahiyangan Bandung diam-diam telah mempersiapkan diri untuk mendaki tujuh
atap dunia yang lebih dikenal seven summits.
Sofyan Arief Fesa (28), Xaverius Frans (24), Broery Andrew Sihombing (22), dan
Janatan Ginting (22) adalah para mahasiswa Universitas Parahiyangan Bandung
yang berhasil mencapai tujuh puncak dunia. Bermula pada 2009 mereka mendaki
Puncak Carstenz Pyramid setinggi 4.884 mdpl di Papua, Indonesia. Pendakian
Puncak Carstenz Pyramid itu bagi anak-anak Mahitala Unpar adalah sebagai
uji coba untuk mendaki puncak-puncak dunia yang rata-rata diselimuti salju
abadi. Banyak pelajaran yang didapat ketika mereka mendaki Carstenz Pyramid itu
selama hampir satu setengah bulan. Mereka jadi terbiasa berjalan di medan yang
permukaannya diselimuti es.
Sukses mendaki Puncak Carstenz Pyramid mereka kemudian
mencoba menaklukan Gunung Kilimanjaro (5.189 mdpl) di Tanzania, Afrika. Dan,
ternyata di Gunung tertinggi di wilayah Afrika itu Tim Mahitala Unpar tidak
mengalami hambatan berarti. Tim kemudian menuju puncak Elbrus di wilayah Rusia.
Di Gunung tertinggi se daratan Eropa itu (5.642 mdpl) walau dengan
bersusah payah, mereka berhasil mencapai puncak sesuai dengan yang ditargetkan.
Bahkan mereka melewati jalur yang tidak biasa dilewati pendaki yaitu melalui
jalur utara. Dan, yang lebih menggembirakan lagi, jalur itu kini dinamakan
Indonesia Route. Setelah sukses mendaki puncak Elbrus di Rusia Tim Mahitala
kemudian melanjutkan ekspedisinya menuju puncak Vinson Massif di Antartika dan
Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina. Gunung Aconcagua ini cukup unik dan
berbahaya. Medannya yang berbatu yang diselimuti salju itu kadang mudah
membuat pendaki celaka. Selain itu cuaca yang kadang berubah sering menimbulkan
masalah. Banyak kalangan menilai Aconcagua adalah jalur neraka. Dan, tidak
sedikit pendaki yang mengalami celaka dan tewas di Aconcagua termasuk pendaki
handal Norman Edwin dan Didik Samsu pada 1982.
Ekspedisi Tim Mahitala Unpar ke Seven Summits ini
hampir gagal ketika melakukan pendakian di Everest, Nepal ( 8.848 mdpl). Ketika
itu tim sudah berada di camp terakhir mendekati puncak. Namun, ketika akan
melakukan pendakian ke puncak, salah satu anggota, Janatan Ginting mengalami
gangguan kesehatan. Tim terpaksa beristirahat menunggu kondisi Janatan
pulih. Namun, hambatan tidak sampai di sini. Ketika mereka sudah hampir
mencapai puncak, mereka diterpa badai yang cukup dahsyat. Akibatnya terpaksa
turun kembali dengan perbekalan yang porak poranda. Namun berkat kegigiuhan dan
keuletan, mereka akhirnya berhasil mencapai puncak bertepatan pada Hari
Kebangkitan Nasional 20 Mei 2011 lalu.
Ekspedisi Seven Summits Tim Mahitala Unpar Bandung ini
terasa paripurna dan sempurna ketika mereka berhasil mendaki Gunung
Denali di Alaska, Amerika Serikat pada akhir Juli lalu. Dengan demikian mereka
adalah satu-satunya Tim Indonesia yang berhasil mencapai Tujuh Puncak Dunia
atau seven summits dan merupakan negara ke-53 yang berhasil mencapai seven
summits.
INDONESIAN
SEVEN SUMMITS EXPEDITION MAHITALA UNPAR
MAHITALA
UNPAR SUKSES MELENGKAPI PENDAKIAN 7 PUNCAK DUNIA
Perjuangan
Bangsa Indonesia dalam mencapai atap-atap tinggi di dunia akhirnya membuahkan
hasil yang amat membanggakan. Lewat empat pendakinya yang tergabung dalam
kelompok pencinta alam Mahitala Unpar, Sofyan Arief Fesa (28), Xaverius Frans
(24), Broery Andrew Sihombing (22), dan Janatan Ginting (22) akhirnya berhasil
menapaki puncak tertinggi di Benua Amerika Utara yaitu Denali (6.194 meter di
atas permukaan laut). Dan dari mereka berempatlah gelar The Seven Summiters
dipersembahkan bagi untuk pertama kalinya bagi Bangsa Indonesia.
Pendakian
menuju Puncak Denali bukanlah perkara yang mudah. Menurut Sofyan, Denali
memiliki cuaca yang tidak bisa diprediksi karena sangat cepat untuk berubah.
Ketiadaan tenaga angkut atau porter membuat tim harus mengangkut perbekalannya
sendiri-sendiri. Dengan sistem Himalayan Tactic atau sistem turun
naik, 4 anggota tim yang tergabung dalam tim Indonesia Seven Summits Expedition
Mahitala Unpar (ISSEMU) seringkali harus berjalan bolak balik dari camp
ke camp untuk mengangkut perbekalan dalam 2 kali sorti.
Perjalanan
menuju Puncak Denali dimulai dari Base Camp Denali di ketinggian 2.225
mdpl atau lebih di kenal dengan nama South East Fork (SE Fork). Tim ISSEMU
mencapai SE Fork (24/6) yang terletak di padang salju Kahiltna dengan
menggunakan pesawat tipe Fokker yang diberangkatkan dari Talkeetna. Sebuah kota
persinggahan terakhir yang kerap dikunjungi oleh para pendaki Denali. Dari SE
Fork, Tim ISSEMU memutuskan untuk membawa seluruh perlengkapan mereka menuju Camp
1 (2.407 mdpl). Perjalanan dimulai pada pk 23.40 waktu setempat (24/6)
atau pk 14.40 wib (25/6) dan tiba di Camp 1 pada pk 06.15 waktu
setempat (25/6) atau 21.15 wib (25/6). Ekspedisi Denali kali ini, tim ISSEMU
tidak membutuhkan bantuan alat penerangan karena pada musim pendakian kali ini
matahari selalu menunjukkan kegarangannya di Alaska.
Hambatan
Cuaca Buruk
Komunikasi
dengan Tim pendaki ISSEMU dilakukan dengan berbagai cara. Tim pendaki ISSEMU
dibekali telepon satelit yang berfungsi untuk menelepon dan mengirimkan sms
langsung kepada tim pendukung di Bandung. Mereka juga membawa notebook yang
berfungsi untuk mengirimkan gambar dan cerita pendek. Selain satphone dan
notebook, tim pendaki melengkapi peralatan komunikasi dengan sebuah Global
Positioning System (GPS) dengan satellite communicator sehingga
pergerakan mereka hari ke hari dapat dipantau melalui sebuah website. Selain
itu dengan peralatan tersebut, mereka bisa mengirimkan posisi terakhir berikut
dengan pesan singkat ke jejaring sosial Facebook dan Twitter. Melalui semua
peralatan komunikasi itulah tim pendaki kerap mengabarkan bahwa cuaca mulai
tidak bersahabat lepas dari SE Fork. Pada tanggal 27 Juni 2011, semua pendakian
di Denali dihentikan karena cuaca buruk yang tiba-tiba datang. Baru keesokan
harinya (28/6) tim pendaki ISSEMU mulai bergerak dari Camp 1 menuju Camp
2 (3.048 mdpl) untuk melaksanakan pengangkutan sorti pertama. Memalui
keputusan singkat yang dibuat oleh Matthew Emnt, seorang pemandu dari Alpine
Ascents International (AAI), jumlah camp pendakian yang semula
direncanakan 5 buah akhirnya harus dipotong menjadi 4 buah camp saja
untuk menuju puncak dengan jarak antar camp yang semakin jauh
dibanding perencanaan semula.
Dengan
pergerakan yang perlahan-lahan namun pasti, tim bergerak dari camp ke camp
untuk terus menambah ketinggian di tengah hujan salju, kabut tebal, dan
angin kencang. Kendati dengan perjalanan yang amat melelahkan karena buruknya
cuaca, akhirnya dapat dilaporkan bahwa tim pendaki ISSEMU telah berhasil
mencapai Camp 3 (4.267 mdpl). Menurut pemantauan tim pendukung ISSEMU
bahwa tingkat kesulitan pada pendakian Denali akan dimulai dari sini.
Perjalanan dari Camp 3 menuju Camp 4 sangatlah curam. Tim
pendaki harus melalui medan dengan kemiringan antara 44-50 derajat dan medan
yang bervariasi antara es dan salju ditambah dengan cuaca yang buruk. Pada
titik ketinggian tertentu, pendakian harus dibantu dengan penggunaan tali yang
sudah disediakan (fixed rope).
Menyelesaikan
7 Summits Pada Tanggal 7 bulan 7
Memalui
telp satelit, Sofyan mengabarkan bahwa perpindahan logistik pendakian menuju Camp
4 (5.242 mdpl) telah selesai (6/7). Ini menandakan bahwa inilah saatnya
Tim ISSEMU akan segera menggelar pendakian menuju Puncak Denali secepat
mungkin. Tapi sayang mereka harus bersabar untuk meraih Puncak Denali esok
harinya (7/7). Summit Ridge yang akan melewati menuju puncak Denali tertimbun
salju yang amat tebal karena cuaca buruk yang tiba-tiba datang. Rest day
kembali dilakukan oleh Tim Pendaki ISSEMU. Pada hari itu pula Sofyan kembali
menghubungi Base Camp Bandung untuk mengabari penundaan ini dan akan
merencanakan summit day esok harinya (8/7). Tiba akhirnya cuaca di
Denali menjadi berangsur-angsur cerah pada hari ini. Tim Pendaki ISSEMU segera
untuk mempersiapkan semua peralatan yang akan dilakukan untuk melakukan
“penyerangan menuju puncak”. Tim berjalan meninggalkan High Camp pada pukul
09.20(7/7) waktu setempat atau setara dengan pukul 01.00 (8/7) WIB. Perjalanan
dari High Camp menuju Puncak Denali merupakan bagian yang tersulit dari
keseluruhan pendakian karena mereka akan menghadapi 2,5 km jarak tempuh dan
perbedaan elevasi hingga hampir 1 km. Dari High Camp, tim pendaki ISSEMU akan
melintasi sebuah padang salju yang panjang dan cukup datar. Akhirnya padang
salju tersebut akan berakhir di sebuah lokasi yang sering disebut sebagai The
Autobahn. The Autobahn adalah sebuah bukit dengan elevasi 365 meter. Di
Autobahn pendaki akan dipaksa berjalan mendatar dan menanjak pada kemiringan
50-60 derajat. Teknik ini dikenal dengan nama teknik konturing (traversing)
atau berjalan mengikuti garis kontur pada peta. Lepas dari Autobahn, pendaki
akan bertemu dengan sebuah celah besar di ketinggian 5.547 mpdl. Celah ini
dikenal dengan nama Denali Pass. Selepas Denali Pass, pendaki akan bertemu
dengan sebuah padang salju yang menyerupai lapangan sepak bola yang dikenal
dengan nama Football Field. Berjalan santai melintasi Football Field di
ketinggian 5.900 mdpl akan merasakan suatu sensasi yang berbeda karena di
ketinggian tersebut kita masih bisa berjalan dengan tenang untuk menggapai
detik-detik akhir menuju puncak Denali. Perjuangan belum berakhir, tim pendaki
harus melalui sebuah bukit kecil yang diberi nama Pig Hill (6.120 mdpl). Dan di
puncak Pig Hill pendaki akan lebih berdebar kembali karena mereka akan melewati
seksi akhir dari perjalanan panjang mereka menuju Puncak Denali. Summit Ridge
atau punggungan akhir menuju Puncak Denali akan mengucapkan selamat datang
kepada para pendaki sebelum mencapai poin tertinggi di Amerika Utara, Puncak
Denali. Lewat serangkaian percobaan dan tantangan alam yang menghadang di depan
mata akhirnya Bendera Merah Putih dapat ditancapkan dan dikibarkan dengan gagah
di titik tertinggi Benua Amerkia Utara. Tim pendaki melintas perlahan-lahan
pada punggungan tipis sambil menatap ke depan. Akhirnya tepat pada pukul 17.37
waktu setempat atau sekitar pk 08.35 wib Sofyan mengabarkan bahwa selama
perjalanan menuju puncak cuacanya amat cerah tetapi angin bertiup kencang
sehingga suhu bisa turun hingga thermometer menunjukkan angka -15 C. Saat di
puncak, tim ISSEMU bergabung bersama 40 pendaki mancanegara yang bersama-sama
dari High Camp melakukan summit attack pada hari itu. Pada
saat Sofyan mengabarkan berita terbaru melalui email, tim sudah tiba kembali di
High Camp setelah berjalan turun dengan cepat dari Puncak Denali.
Total perjalanan mereka dari High Camp – Puncak Denali – High Camp
mereka tempuh dalam waktu 12,5 jam. Tim juga mengabarkan bahwa mereka akan
turun menuju Base Camp esok hari (9/7) dengan lama tempuh selama 2
hari non stop dan berencana untuk bermalam di Camp 3.
7
Summiters Pertama Untuk Indonesia
Dengan
suksesnya pendakian Denali ini, maka Mahitala Unpar dengan Tim ISSEMUnya
memposisikan Indonesia menjadi negara ke 53 yang berhasil menuntaskan seven
summits dan menjadikan para pendakinya menjadi seven summiters
bersama 275 pendaki dari seluruh dunia yang berhasil memiliki gelar yang
prestisius tersebut. Sebelumnya Tim pendaki ISSEMU berhasil mendaki Carstensz
Pyramid (4.848 mdpl) di Papua, Kilimanjaro (5.189 mdpl) di Afrika, Elbrus
(5.642 mdpl) di Rusia, Vinson Massif (4.889 mdpl) di Antartika, Puncak
Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina dan Everest (8.848 mdpl) di Nepal/China.
Kesuksesan rangkaian pendakian seven summits ini juga tidak lepas dari
dukungan penuh dari PT. Mudking Asia Pasifik Raya (MKAPR), sebuah perusahaan
yang bergerak di dalam bisnis pengeboran minyak dan gas bumi. Melalui program
CSR, PT.MKAPR memberikan komitmen penuh untuk mengharumkan dan mengangkat
derajat bangsa di dalam peta pendakian dunia.
Pendakian
7 puncak ( The Seven Summits) benua adalah sebuah pendakian prestisus di
dunia pendakian internasional. Dengan mendaki ke tujuh puncak benua yang
terdiri dari Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) di Indonesia, Kilimanjaro
(5.895 mdpl) di Afrika, Elbrus (5.642 mdpl) di Rusia, Vinson Massif (4.889 mdpl
) di Antartika, Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina, Everest (8.848 mdpl) di
Nepal dan Denali (6.194 mdpl) di Alaska maka secara otomatis pendaki tersebut
akan mendapatkan julukan sebagai The Seven Summiteers sebuah sebutan
yang disepakati secara internasional bagi mereka yang berhasil mencapai 7
puncak.
Sejarah
dunia mencatat seorang Richard “Dick” Bass, pemilik Snowbird Ski Resort, Utah,
Amerika Serikat berhasil menggenapi pendakian The Seven Summits pada
tanggal 30 April 1985 dengan Puncak Everest (8.848 mdpl) sebagai penutupnya dan
berhasil menciptakan dirinya menjadi The Seven Summiteers pertama di
dunia.
Lalu
bagaimanakan dengan Indonesia ? Sebagi pemilik salah satu puncak The Seven
Summits seharusnya Indonesia memiliki Seven Summiteers. Usaha
mencapai gelar ini dimulai oleh (Alm) Norman Edwin dari Mapala Universitas
Indonesia. Tetapi langkahnya harus terhenti di Aconcagua (6.962 mdpl) ketika
jenasahnya ditemukan di gunung tersebut bersama jenasah (Alm) Didiek Samsu juga
dari Mapala Universitas Indonesia. Sejak musibah ini terjadi pendakian untuk
menggapai gelar The Seven Summiteer bagi Indonesia bagai hilang begitu
saja.
Hingga
akhirnya di awal tahun 2009, Mahitala Unpar berhasil mencapai Carstenzs Pyramid
pada tanggal 23 dan 26 Febuari 2009. Maka Tim Indonesia Seven Summits
Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) dengan Sofyan Arief Fesa (28),
Xaverius Frans (24), Broery Andrew Sihombing (22), dan Janatan Ginting (22)
sebagai pendakinya akan segera mendaki 6 puncak lainnya hingga tanggat waktu
2011.
Carstensz
Pyramid, Papua, Indonesia (4.884 mdpl) – Piramidanya Indonesia
Bersama
tujuh pendaki Mahitala Unpar, keempat pendaki ISSEMU berhasil mencapai puncak
Carstensz Pyramid pada tanggal 23 dan 26 Febuari 2010. Puncak Carstenzs
yang kerap diselimuti kabut menjadi sebuah saksi bisu bahwa perhelatan
pendakian Seven Summitsnya ISSEMU sudah dimulai.
Pendakian
menuju Puncak Carstensz Pyramid dilakukan melalui jalur normal (atau sering
disebut juga sebagai Harrer’s Route). Pendakian di jalur normal akan selalu
dimulai dari Lembah Danau-Danau atau Lembah Kuning sebagai pemilihan Basecamp.
Selepas dari Basecamp Lembah Kuning, pendaki harus mendaki vertikal ke
arah Teras Kecil dan disambung pendakian vertikal menuju Teras Besar.
Setelah
itu tim akan segera tiba di punggungan puncak (summit ridge). Di summit
ridge ini pendaki ISSEMU harus melewati jurang besar yang membentang
sepanjang +/- 15 meter. Melewati jurang ini diperlukan peralatan pendakian yang
lebih lengkap dari sebelumnya dan mengunakan teknik penyeberangan tyrolean
di mana setiap orang harus bergantung di seutas tali yang membentang secara
horisontal dan menyeberangi tali tersebut selayaknya pasukan komando yang
sedang mengendap-endap. Dari sini perjalanan menuju puncak tertinggi hanya
perlu melewati 2 jurang yang memiliki bentangan hanya kira-kira satu setengah
meter sehingga para pendaki dapat lebih mudah mencapai puncak.
Selain
Puncak Carstenzs Pyramid, Mahitala Unpar juga berhasil mendaki 8 puncak
Pegunungan Sudirman yang membentang dari barat ke timur. Proses pertama
pencapaian puncak pertama ini Mahitala Unpar boleh berbangga hati karena
diantara kesebelas puncak yang berhasil didaki, 4 diantaranya belum pernah
didaki oleh siapapun juga (first ascend). Kedelapan puncak yang berhasil
diraih oleh Mahitala Unpar antara lain : Puncak Idenburg (4.730 mdpl), Puncak
Merah Putih (4.284 mdpl), Puncak Garuda (4.613 mdpl), Puncak Mahitala (4.610
mdpl), Puncak Unpar (4.523 mdpl), Puncak Jaya atau Soekarno (4.862 mdpl),
Puncak Sunday Peak, dan Puncak Carstensz Timur.
Kilimanjaro,
Tanzania, Afrika (5.895 mdpl) – Napak Tilas Zaman Purba Kilimanjaro
Pendakian
akhirnya dilanjutkan menuju puncak tertinggi di Benua Afrika yakni Kilimanjaro.
Untuk mendaki Kilimanjaro, Tim Pendaki ISSEMU sudah menentukan rute mana yang
akan mereka jalani hingga menuju Puncak Uhuru (nama lain dari puncak tertinggi
Kilimanjaro). Untuk menuju Puncak Kebebasan (Uhuru = Kebebasan) para pendaki
dapat secara bebas memilih sekian banyak dari rute yang tersedia. Rute-rute
menuju puncak tertinggi dibagi menjadi lima, yaitu : Marangu, Machame,
Shira, Umbwe, Rongai, dan Mweka. Pada tahun 2007, Mahitala Unpar sempat
melakukan sebuah ekspedisi pendakian di Kilimanjaro ini dengan menempuh rute
Marangu yang terkenal dengan kelengkapan fasilitasnya dibandingkan rute-rute
yang lain. Dengan alasan itulah Tim Pendaki ISSEMU menetapkan pilihan pada rute
yang dirasa lebih menantang dan lebih unik.
Pilihan
rute menuju puncak akhirnya jatuh pada Rute Machame. Di rute ini para pendaki
tidak akan bertemu dengan mini shop, ruang tidur (hut) dan ruang
makan seperti halnya yang kerap ditemui di Rute Marangu. Untuk urusan tidur pun
mereka harus bermalam di dalam tenda hingga menuju Puncak. Rute Machame adalah
rute terindah diantara seluruh rute yang ada. Opini ini setidaknya dikuatkan
oleh buku yang berjudul Kilimanjaro: Africa’s Beacon terbitan Taman
Nasional Tanzania tahun 2004. Di buku itu juga ditulis bahwa dengan menusuri
Rute Machame maka para pendaki seakan melakukan napak tilas pada zaman purba
Gunung Kilimanjaro.
Dengan
segala macam bentangan alam yang menghadang, maka akhirnya Tim Pendaki ISSEMU
berhasil menggapai Puncak Uhuru tepat pada tanggal 10 Agustus 2010 pk. 10.20
waktu setempatataupk. 14.00 WIB. Tim Pendaki ISSEMU memulai
summit day mereka dengan berjalan pada pk. 04.00 waktu setempat dari
Arrow Glacier Camp (4.868 mdpl) dengan melewati Great Western Branch, sebuah
kubah batu masif yang merupakan jalur alternatif tersulit menuju ke Puncak
Uhuru. Perubahan jalur ini dilakukan malam sebelumnya ketika para pendaki
ISSEMU mengusulkan untuk mencoba jalur yang lebih sulit kepada pihak Bobby
Tours yang menjadi agen perjalanan mereka di Kilimanjaro. Perubahan jalur ini
bukanlah tanpa alasan. Dengan mencoba kenaikan elevasi yang sedikit lebih
tinggi, diharapkan para pendaki ISSEMU menguji ketahanan fisik mereka terhadap
ancaman penyakit ketinggian. Sehingga dari sini Tim Pendaki ISSEMU mendapatkan
hasil evaluasi untuk pendakian gunung-gunung selanjutnya yang akan semakin
berat medannya.
Elbrus,
Rusia (5.642 mdpl) – Terciptanya Indonesian Route di Sisi Utara Elbrus
Setelah
berhasil mencapai Puncak Uhuru yang merupakan puncak tertinggi di Benua Afrika,
Tim Pendaki ISSEMU segera melanjutkan pendakiannya menuju Negeri Beruang Merah,
Rusia. Pendakian kali ini memang direncanakan secara estafet tanpa harus
kembali dahulu ke Tanah Air. Selain meminimalisir budget, pendakian simultan
seperti ini akan menjadi sebuah hal positif bagi para pendaki karena semakin
lama di ketinggian maka semakin terbiasalah pendaki dengan ketinggian tersebut.
Negeri
tempat dilahirkannya para pecatur andal ini memiliki gunung tertinggi yang
hampir seluruhnya tertutup dengan salju. Dengan 2 puncak yang hampir sama
tinggi (Puncak Timur dan Barat), Elbrus memberikan tantangan tersendiri bagi
para pendaki kelas dunia. Mahitala Unpar sendiri pernah berkesempatan untuk
mendaki atap Eropa ini pada pertengahan tahun 2009. Ketika itu Sang Dwi Warna
berhasil dikibarkan tepat pada tanggal 17 Agustus 2009. Keberhasilan pertama
kalinya Mahitala Unpar mencapai Puncak Barat (puncak tertinggi Elbrus)
membangkitkan semangat ke 4 orang pendaki Tim ISSEMU. Dengan berbekal
pengetahuan dan semangat yang baik, pada tanggal 19 Agustus 2010 pendakian
menuju Puncak Barat Elbrus segera digelar.
Pada
pendakian kali ini, Tim Pendaki ISSEMU memutuskan untuk menembus punggungan
salju Elbrus melalui sisi Utara. Sisi Utara Elbrus mendapat pilihan utama
karena minimnya fasilitas dan pendakian yang harus dilakukan secara bertahap.
Sisi Utara Elbrus memberikan kesan sebuah sisi gunung yang perawan.
Tidak
seperti sisi Selatan yang memang kerap menjadi jalur pilihan utama bagi
pendaki. Di sisi Selatan Elbrus, para pendaki akan dipermudah dengan fasilitas
kereta gantung yang akan meringankan pendaki untuk mencapai ketinggian
tertentu. Penginapan dan pondok-pondok kecil pun tersedia di sana. Soal
keamanan jangan diragukan lagi. Setiap saat, mobil salju atau disebut sebagai snow
cat hilir-mudik untuk mengawasi para pendaki dan para penggila olahraga
ski.
Tim
Pendaki ISSEMU berhasil mencapai Puncak Timur Elbrus tepat pada tanggal 24 Agustus
2010 pada pk. 14.45 waktu setempat atau sama dengan pk. 17.45 WIB. Dari
proses summit attack inilah ternyata tercipta sebuah jalur yang diberi
nama Indonesian Route oleh para Rescuer Elbrus (sebutan untuk
Jagawana atau Polisi Gunung di Elbrus) sebagai penghargaan kepada Tim Pendaki
ISSEMU yang berhasil membuka jalur baru selepas Camp Lenz Rock (4.750 mdpl)
tanpa ditemani oleh pemandu ataupun pendaki lainnya. “Penyerangan” menuju
Puncak Elbrus adalah hal yang cukup sulit mengingat Tim Pendaki ISSEMU harus
melewati medan salju curam yang memaksa mereka harus menggunakan crampon
dan ice axe dengan semaksimal mungkin. Selain itu Tim Pendaki ISSEMU
juga sempat dihadang oleh Jet Stream (angin kencang yang suaranya menyerupai
pesawat jet) yang berkecepatan kira-kira 50-80 km/jam. Tetapi berkat kegigihan
dan semangat yang dimiliki oleh empat pendaki ISSEMU ini, akhirnya Merah Putih
berhasil berkibar dengan gagahnya di titik tertinggi Benua Eropa.
Vinson
Massif (4.897 mdpl), Antartika – Pertama Untuk Indonesia
Perjalanan
menuju The Seven Summiteers pertama bagi Indonesia hampir separuh jalan.
Tim Pendaki ISSEMU sudah mengantongi 3 puncak benua. Kini saatnya petualangan
dilanjutkan menuju Benua Putih Antartika yang penuh dengan misteri. Pendakian
menuju atap tertinggi Antartika, Vinson Massif, memiliki arti penting karena
inilah kali pertamanya tim ekspedisi asal Indonesia menyambangi Benua Antartika
untuk mendaki Vinson Massif.
Sebuah
kota terujung di sebelah Selatan Benua Amerika Selatan, Punta Arenas, awal dari
langkah Tim Pendaki ISSEMU memulai aksinya di Benua Putih Antartika. Tim
Pendaki ISSEMU tiba di Punta Arenas pada tanggal 30 November 2010. Di kota
inilah segala macam kebutuhan pendakian harus dipenuhi. Selain itu Tim Pendaki
ISSEMU juga harus menghadiri sebuah presentasi kecil yang diadakan oleh
Antarctic Logistic And Expedition (ALE) untuk menjelaskan “tata krama” memasuki
Benua Antartika yang merupakan benua terbersih. Setelah itu Tim Pendaki ISSEMU
juga harus mendapatkan pemeriksaan ketat peralatan pendakian yang dibawa apakah
memenuhi standar yang ditetapkan atau tidak.
Walau
sempat tertahan satu hari di Punta Arenas karena cuaca buruk, akhirnya pada
tanggal 3 November 2010 Tim Pendaki ISSEMU bergerak menuju Union Glacier,
sebuah pangkalan milik ALE yang digunakan oleh pesawat berbadan lebar, Iluysin
76 buatan Uni Soviet, untuk mendarat di tengah padang salju. Dari sini
seharusnya segera melanjutkan penerbangan menuju Vinson Base Camp (2.310
mdpl) dengan menggunakan pesawat Twin Otter. Tetapi tampaknya perjalanan harus
diundur esok paginya karena ganguan cuaca. Setibanya di Vinson Base Camp
pendakian juga harus tertunda selama 3 hari karena cuaca kembali mengganas dan
tidak mau kenal kompromi.
Baru
pada tanggal 7 Desember 2011, Tim Pendaki ISSEMU dapat mulai meninggalkan
Vinson Base Camp untuk berjalan menuju camp selanjutnya.
Pendakian di Vinson Massif adalah yang paling menarik diantara sekian puncak
yang pernah di daki oleh Tim Pendaki ISEEMU. Betapa tidak, di benua serba putih
yang pada musim pendakiannya antara November-Januari, matahari tidak pernah
berhenti menujukkan sinarnya selama 24 jam penuh. Selain itu ketiadaan porter
atau pengangkut barang menyebabkan Tim Pendaki ISSEMU harus membawa barangnya
sendiri-sendiri bergerak secara bolak-balik dari camp ke camp.
Cara mereka membawa barang pun terbilang cukup unik. Selain membawa beban
ransel di pundak, setiap pendaki harus menarik sebuah papan seluncur salju atau
sled yang berisi barang bawaan masing-masing pendaki.
Akhirnya
tepat pada tanggal 13 Desember 2010 pk. 17.07 waktu Chile atau setara dengan
14 Desember 2010 pk. 03.07 WIB, Merah Putih berhasil dikibarkan di titik
tertinggi benua Antartika, Vinson Massif. Keberhasilan ini sekaligus
mencatatkan bahwa Tim Pendaki ISSEMU adalah Tim Indonesia Pertama yang berhasil
mencapai Puncak Vinson Massif dengan gemilang. Dan di gunung ini pula Tim
Pendaki ISSEMU berkenalan pertama kalinya dengan suhu ekstrim -30 hingga -40
derajat Celsius.
Aconcagua
(6.962 mdpl), Argentina – Mendaki The Devil Mountain dari dua jalur
berbeda
Sudah
mendaki 4 puncak benua adalah sebuah pengalaman yang amat berharga bagi Tim
Pendaki ISSEMU apalagi dilakukan secara simultan seperti pendakian Kilimanjaro
dan Elbrus. Setelah berhasil mengibarkan Sang Dwi Warna untuk pertama kalinya
di Vinson Massif, Antartika, perjalanan kembali dilanjutkan. Kali ini Tim
Pendaki ISSEMU berjalan mengarah ke Utara dari Punta Arenas untuk memasuki
nagara asal Lionell Messi, Argentina. Di Argentina inilah nantinya Tim Pendaki
ISSEMU akan mencoba mendaki Gunung Aconcagua yang memiliki julukan cukup
membuat bulu kuduk berdiri, The Devil Mountain. Sebutan ini mewakili
kesangaran cuaca di Aconcagua yang memburuk sesukanya tanpa bisa diprediksi
dengan baik. Dalang dari kesangaran Aconcagua tak lain adalah el viento
blanco. El viento blanco adalah sebutan dari badai yang amat
menakutkan di Aconcagua. Secara tiba-tiba kabut akan menyelimuti kawasan
pendakian disertai angin kencang dan hujan salju.
Pada
pendakiannya kali ini, Tim Pendaki ISSEMU didukung oleh 2 pendaki Mahitala
Unpar lainnya. Detri Wulanjani dan Max Agung Pribadi (yang juga seorang
wartawan harian Warta Kota) turut bergabung dalam pendakian Puncak Aconcagua
sebagai pendukung untuk menulis berita dan mengabarkan pergerakan tim ke Tanah
Air. Perjalanan panjang menuju Puncak Aconcagua dimulai dari Los Penitentes
(2.580 mdpl), sebuah desa kecil tempat Tim Pendaki ISSEMU melaporkan
kegiatannya terakhir kali sebelum mereka berjalan selama 3 hari menuju Plaza
Argentina (4.200 mdpl). Plaza Argentina merupakan base camp dari
pendakian Puncak Aconcagua.
Selain
medannya yang sulit, tampaknya Aconcagua memiliki banyak hambatan. Hambatan
tersebut datang dari para pemandu yang terlalu ketat dalam memandu perjalanan
menuju Puncak Aconcagua. Terbukti Detri harus diturunkan dengan helikopter
menuju Mendoza karena alasan kesehatan. Padahal beberapa pemilik camp
diantaranya Daniel Lopez berusaha meyakinkan bahwa Detri akan baik-baik saja
walau harus tetap tinggal di ketinggian 4.200 mdpl di Plaza Argentina. Hambatan
serupa akhirnya menimpa Frans dan Janatan Ginting yang dinyatakan tidak layak
untuk meneruskan perjalanan ke puncak karena gangguan pernafasan. Beruntung
bagi Frans, akhirnya esok harinya ia dinyatakan dapat melanjutkan perjalanan.
Lalu bagaimana dengan Janatan? Walau dapat menetap di Plaza Argentina, Janatan
tidak boleh melanjutkan perjalanan meskipun 2 hari setelahnya kondisinya pulih
dan dinyatakan layak untuk mendaki Puncak Aconcagua. Tetapi karena jarak yang
terlalu jauh untuk menyusul rekan-rekannya, Janatan terpaksa berberat hati
harus menunggu di Plaza Argentina hingga empat pendaki ISSEMU lainnya kembali
ke Plaza Argentina. Di sini manajemen ISSEMU di Tanah Air sudah merancang kembali
pendakian susulan untuk Janatan setibanya rombongan ISSEMU tiba kembali di
Mendoza.
Melalui
serangkaian ujian yang terasa berat, akhirnya Tim Pendaki ISSEMU (Sofian,
Frans, Broery, dan Agung Max) berhasil mencapai Puncak Aconcagua pada tanggal 9
Januari 2011 pada pk. 11.30 waktu Mendoza atau pk. 21.30 WIB. Sementara
Janatan berhasil mencapai Puncak Aconcagua 20 hari kemudian pada tanggal 29
Januari 2011. Janatan berhasil menggenapi pendakian Aconcagua dengan
menggapai puncaknya. Ia berangkat kembali dari Mendoza menggunakan rute yang
berbeda dengan Sofian, Frans, Broery, dan Agung Max yang melalui Polish
Traverse Route. Janatan mendaki Aconcagua melalui 360 Route yang
merupakan penggabungan dari Normal Route dan Polish Traverse Route.
Everest
(8.848), Nepal – Merayakan Hari Kebangkitan Nasional Di Puncak Tertinggi Di
Dunia
Sejarah
mencatat pada tepat pada tanggal 29 Mei 1953 pk. 11.30 waktu Nepal, Edmund
Hillary dan Tenzing Norgay berhasil mencapai Puncak Everest untuk pertama
kalinya. Dan sejak saat itulah selama 58 tahun, Everest tetap menjadi mimpi
yang amat indah bagi tiap pendaki untuk menggapai puncaknya. Tercatat dalam www.adventurestat.com bahwa 11.000
kali percobaan dilakukan untuk mencapai Puncak Everest sejak tahun 1922 hingga
2006, di mana hanya 3.000 kali percobaan pendakian yang berhasil. Dari data itu
dapat dijabarkan bahwa tingkat kesuksesan pencapaian Puncak Everest adalah 29%
saja dengan menelan korban hingga 207 orang meninggal di Everest.
Di
puncaknya yang kelima ini, Tim Pendaki ISSEMU kembali menggulirkan
petualangnya. Hiroyuki Kuraoka, konsultan pendakian seven summits ISSEMU
menyatakan bahwa Tim Pendaki ISSEMU telah memiliki kemampuan yang amat baik dan
layak untuk mendaki gunung es sekaliber Everest. Perjalanan dimulai dari Lukla
(2.850 mdpl), sebuah desa kecil tempat Tim Pendaki ISSEMU memulai pendakiannya
menuju puncak tertinggi di dunia. Dari Lukla Tim Pendaki ISSEMU harus berjalan
kaki selama 11 hari menuju Everest Base Camp (EBC). Tim Pendaki ISSEMU
tiba di EBC pada tanggal 12 April 2011.
Proses
aklimatisasi sangat dibutuhkan bagi para pendaki gunung di atas 4.000 mdpl.
Dengan program aklimatisasi yang baik diharapkan para pendaki dapat
menyesuaikan diri dengan ketinggian yang semakin ke atas akan semakin berkurang
kadar oksigennya sehingga pendaki dapat meminimalisir serangan Acute
Mountain Sickness (AMS). Dalam pendakian menuju Puncak Everest, Tim Pendaki
ISSEMU melakukan 4 kali program aklimatisasi, yaitu : proses perjalanan dari
Lukla hingga EBC, pendakian Lobuche East (6.171 mdpl), pendakian camp 1
Pumori, dan pendakian ke camp 2 Everest (6.462 mdpl).
Selain
empat Pendaki ISSEMU, Mahitala Unpar mengerahkan sebanyak 10 orang anggotanya
(termasuk wartawan Kompas Ahmad Arif yang diberangkatkan untuk meliput
pendakian ini) khusus diberangkatkan menuju EBC untuk membantu kelancaran
proses pendakian Everest yang memakan waktu 2 bulan lebih. Selain tim
pendukung, pendakian Tim ISSEMU di Everest melibatkan 17 orang sherpa yang
terbagi dalam beberapa bidang. Sebut saja : climbing sherpa yang
membantu secara langsung proses pendakian menuju Puncak Everest, high
altitude cheff yang diposisikan selama pendakian Everest kali ini berada
terus di Advance Base Camp atau Camp 2 dan para staf EBC
yang membantu kelancaran pendakian dari base camp.
Tim
Pendaki ISSEMU melakukan proses pendakian menuju Puncak Everest dalam dua kali
percobaan. Pada percobaan pertama Tim Pendaki ISSEMU bertolak menuju camp 2
pada tanggal 10 Mei 2011. Dan pada tanggal 12 Mei mereka sudah tiba di camp 3
(7.300 mdpl) dengan mulus tanpa hambatan. Tetapi nasip berkata lain, baru saja
3 jam mereka melepas lelah di camp 3, tiba-tiba saja angin bertiup
dengan kencang. Hiroyuki Kuraoka sebagai expediton leader dari Tim
Pendaki ISSEMU harus memutuskan bahwa seluruh Pendaki ISSEMU untuk turun ke camp
2. Setibanya di camp 2, Tim Pendaki ISSEMU mendapat kabar bahwa
menurut ramalan cuaca, kawasan Everest akan memburuk cuacanya hingga seminggu
ke depan sehingga seluruh rangkaian pendakian harus ditunda dan ini menandakan
bahwa seluruh proses kegiatan pendakian yang dilakukan oleh para pendaki di
sana harus segera di hentikan hingga cuaca membaik. Tercatat hanya ada satu tim
dari International Mountain Guide yang memutuskan untuk tetap mendaki menuju
Puncak Everest hari itu dan berhasil keesokan harinya.
Akhirnya
dengan penantian yang cukup lama, berita gembira bahwa cuaca Everest
menunjukkan tanda-tanda yang baik berhasil didapatkan oleh Russel Brice,
pimpinan Himalayan Experince. Dari sinilah Tim Pendaki ISSEMU akan segera
menggelar percobaan keduanya mencapai puncak dari segala puncak gunung di
dunia. Tanggal 17 Mei 2011 pk 10.15 waktu Nepal, summit push kedua
kalinya untuk Tim Pendaki ISSEMU kembali dilakukan. Tercatat pada tanggal 19
Januari 2011 akhirnya mereka berhasil tiba di South Col di ketinggian 7.900
mdpl. South Col kerap disebut sebagai pintu menuju Death Zone yang
berarti bahwa mereka akan segera berhadapan dengan ketinggian 8.000 meter ke
atas dan menandakan pula suatu daerah di mana orang mustahil untuk hidup tanpa
bantuan oksigen.
Akhirnya
semua usaha yang begitu keras terbayar sudah ketika Tim Pendukung ISSEMU
mengabarkan bahwa Broery Andrew Sihombing berhasil mengibarkan Bendera Merah
Putih di Puncak Maha Gunung Everest tepat pada tanggal 20 Mei 2011 pk. 05.22
waktu Nepal atau pk. 06.37 WIB. Disusul kemudian oleh Janatan Ginting
berhasil menembus ketinggian 8.848 mdpl pada pk. 07.26 waktu Nepal atau pk.
08.41 WIB. Diikuti oleh Sofyan Arief Fesa dan Frans yang mencapai Puncak
Everest bersamaan pada pk. 09.45 waktu Nepal atau pk. 11.00 WIB
sekaligus menggenapi prestasi Tim ISSEMU yang mendaki Everest dengan hasil one
hit one victory. Perayaan pencapaian Everest ini mendapatkan pujian dari
berbagai pihak bahwa anak bangsa berhasil mengibarkan Bendera Merah Putih di
puncak Everest tepat perayaan Hari Kebangkitan Nasional.
Denali
(6.194 mdpl), Alaska – The Seven Summiteers Pertama Untuk Indonesia
Rencana
awal Tim ISSEMU bahwa pendakian akhir menuju puncak ke tujuh akan dilaksanakan
pada bulan Mei 2012. Tetapi berkat usul dari Hiroyuki Kuraoka bahwa sebaiknya
pendakian Denali janganlah diundur selama itu. Usulan ini cukup beralasan
karena bulan Juni-Juli masih termasuk dalam musim pendakian Denali. Selain itu
ia menambahkan bahwa Tim Pendaki ISSEMU masih memiliki stamina yang baik
sepulangnya dari Everest dibandingkan mereka harus menetap di Tanah Air selama
setahun lamanya yang pasti akan menurunkan stamina dan pembiasaan terhadap high
altitude.
Dari
masukan inilah akhirnya Tim Pendaki ISSEMU segera bertolak menuju Alaska selang
3 minggu beristirahat di Tanah Air. Pendakian Denali adalah pendakian yang
tersulit karena para pendaki harus menghadapi jarak vertikal sepanjang 3.969
meter tanpa bantuan pengangkut barang atau porter (cat : jarak vertikal Everest
adalah 3.548 meter ditambah dukungan penduh dari para porter pengangkut barang
dan para sherpa). Di Denali tiap pendaki harus membawa perlengkapannya sendiri,
mendirikan tendanya sendiri dan memasak sendiri. Perlengkapan yang dibawa
memiliki berat total 50 kilogram dengan pembagian 20 kilogram akan dibawa
dengan ransel yang menggantung di pundak dan 30 kilogram berikutnya akan dibawa
dengan kereta salju atau sled yang akan ditarik oleh masing-masing
pendaki.
Tim
Pendaki ISSEMU tiba di Base Camp Denali (2.225 mdpl) di Padang Salju
Kalhitna (24/6) setelah sebelumnya terbang dengan pesawat tipe Fokker dari Kota
Talkeetna. Karena ketiadaan pengangkut barang maka Tim Pandaki ISSEMU harus
membawa barang-barang mereka secara bertahap dari camp ke camp
hingga akhirnya mereka akan tiba di High Camp (5.242 mdpl). Selama
proses pendakian ini mereka banyak menghadapi hambatan. Hambatan terbesar
datang dari cuaca yang tidak menentu. Tercatat selama 19 hari pendakiannya di
Denali, Tim Pendaki ISSEMU sempat tertahaan beberapa hari di dalam tenda untuk
menunggu meredanya cuaca buruk sehingga proses untuk menambah ketinggian
berhasil dilakukan.
Hingga
akhirnya kabar gembira itu diterima di Tanah Air bahwa Tim Penda
ki
ISSEMU berhasil mencapai Puncak Denali pada tanggal 7 Juli 2011 pk. 17.37
waktu setempat atau sama dengan tanggal 8 Juli 2011 pk. 08.35 WIB.
Prestasi gemilang ini sekaligus menorehkan sebuah sejarah baru di dunia pendakian
Tanah Air bahwa setelah sekian lama akhirnya Indonesia memiliki The
Seven Summiters pertamanya yang dipersembahkan oleh empat Pendaki ISSEMU.
Ini juga menandakan bahwa Indonesia akan segera bergabung bersama 52 negara di
dunia yang memiliki pendaki bertitel The Seven Summiteers dan sekaligus
akan bergabung bersama 275 pendaki internasional yang memiliki titel serupa.
Dukungan
Penuh Dari PT. Mudking Asia Pasifik Raya
Sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang penyewaan dan penjualan peralatan pengeboran
minyak dan gas bumi ini berkedudukan di Jakarta. Melalui program Corporate
and Social Responsibility (CSR), PT. Mudking Asia Pasifik Raya (PT. MKAPR)
memberikan kontribusi terbesar dalam menyukseskan keberhasilan pendakian tujuh
puncak benua ini. Totalitas dari PT. MKAPR memang harus diacungi jempol. Dengan
penuh keyakinan akan berhasilnya program sirkuit pendakian yang tentunya akan
memakan banyak sekali biaya, PT. MKAPR ternyata juga turut mendorong potensi
anak bangsa agar lebih bisa berkarya lebih baik demi Nusa dan Bangsa. Dengan
berhasilnya pendakian Denali yang sekaligus menutup rangkaian pendakian tujuh
puncak benua, maka kami dari Tim ISSEMU dan PT. MKAPR berterima kasih kepada
seluruh pihak terkait yang tentunya tidak dapat kami sebutkan satu persatu di
dalam release ini. Semoga apa yang telah dilakukan oleh Tim ISSEMU dapat
mengangkat derajat dan harkat Bangsa setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dan semoga dengan kegiatan ini dapat semakin membangkitkan gairah dan semangat
generasi muda Indonesia untuk berkarya bagi Bangsanya.